Mengoptimalkan Tinggi Badan Anak

Tuesday, November 17, 2009

Secara genetik, orang-orang yang tinggal di Asia seperti Jepang dan Indonesia memang memiliki ukuran tinggi badan lebih pendek dibanding orang Barat sana. Namun, genetik orangtua yang pendek bukanlah "vonis mati" bahwa anaknya juga bakalan pendek.

"Buktinya, anak-anak di Jepang saat ini cenderung tinggi-tinggi badannya, lho. Sebaliknya, anak-anak Eropa masa kini konon lebih pendek dari orang tuanya, yang kemungkinan disebabkan gaya hidup dan pola makan orangtuanya yang buruk," ujar ahli tulang Dr Brilliantono SpOT FICS MD PhD MBA dalam acara temu media "Boneeto If I'am Taller Contest" yang diselenggarakan PT Fonterra Brands Indonesia di Jakarta, Sabtu (14/11).

Dokter yang berpraktik di Halimun Medical Centre Jakarta itu mengungkapkan, tinggi badan anak bisa dioptimalkan melalui asupan gizi yang baik dan aktivitas olahraga yang tepat.

Seperti kita ketahui, usia bayi hingga remaja merupakan masa tumbuh kembang yang kritis. Pasalnya, masa ini merupakan pertumbuhan dasar yang akan memengaruhi dana menentukan perkembangan anak selanjutnya.

"Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi bisa sangat cepat. Sebab itu, kalau beli baju atau sepatu untuk anak tidak usah yang terlalu mahal atau bermerek terkenal. Paling-paling dalam 3-6 bulan sudah harus ganti lagi," tukas Toni, sapaan akrab Brilliantono.

Masa-masa emas tersebut tentu tidak boleh diabaikan karena tidak akan berulang. Pada masa balita misalnya, selain pertumbuhan fisik, juga terjadi perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional, kecerdasan yang merupakan landasan bagi perkembangan selanjutnya.

Perlu diketahui juga bahwasanya pertumbuhan fisik akan memengaruhi perkembangan motorik anak. Toni menegaskan, asupan nutrisi berperan penting dalam proses tumbuh kembang anak, terlebih pada usia bayi sampai remaja dimana tulang dan gigi, otak dan syaraf serta fisik, sedang tumbuh dan berkembang pesat.

"Bila tumbuh-kembang tidak baik, tinggi badan anak biasanya tidak bertambah secara optimal, berat badan tidak bertambah atau berkurang, serta terganggunya perkembangan fisik dan kognitif anak," beber Toni yang bertahuntahun menimba ilmu di Jepang.

Orangtua dapat dengan mudah melihat atau mengukur pertumbuhan anak melalui salah satu indikator utama, yaitu tinggi badan. Tinggi badan adalah hal paling mudah diamati. Selain dipengaruhi faktor genetis dan hormonal, nutrisi juga merupakan faktor yang berperan penting.

Gangguan kesehatan anak dapat berakibat pada pencapaian tinggi badan yang tidak optimal, yang mana anak cenderung lebih pendek dari anakanak sebaya lainnya.

"Anak yang terganggu gizinya bisa diamati dari badannya yang kurus tapi tidak pendek; tidak kurus tapi pendek; atau pendek dan kurus. Nah, penanganan gangguan gizi pada anak yang pendek dan kurus menjadi prioritas utama. Dalam kasus ini,kemungkinan ada gangguan akut yang juga sudah kronis," katanya.

Mengingat genetik orang Indonesia yang tidak terlalu tinggi,ratarata orangtua menginginkan anaknya berbadan tinggi. Lantas, upaya apa yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan tinggi badan si kecil? Salah satu yang paling populer adalah asupan kalsium dari susu yang penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi.

Anak usia 4-8 disarankan mengonsumsi 800 miligram kalsium per hari untuk pertumbuhan tulang dan mengoptimalkan kepadatan tulang. Pemberian susu kepada anak-anak juga memerlukan cara dan waktu tepat, sehingga manfaat susu dapat terserap optimal oleh tubuh.

"Asupan 400 miligram di pagi hari ketika mereka membutuhkan energi dan 400 miligram menjelang tidur malam, akan membantu sel beregenerasi dan tumbuh optimal. Kalau anak tidak bisa minum susu, bisa digantikan dengan sumber kalsium dari makanan seperti tempe," saran dia.

Untuk membangun tulang yang kokoh, asupan kalsium perlu dibarengi vitamin D yang akan membantu tubuh menyerap kalsium lebih efektif. Sumbernya bisa dari makanan (terbanyak pada sayuran dan buah) maupun paparan sinar matahari pagi. Hal lainnya yang tak kalah penting adalah aktivitas olahraga.

Toni memaparkan, kalsium masuk ke dalam tubuh melalui mulut, lalu diserap usus dan beredar dalam darah. Nah, untuk masuk ke dalam tulang diperlukan proses pemompaan ke dalam tulang melalui aktivitas olahraga, terutama yang melibatkan high impact seperti lompat, loncat dan peregangan.

"Untuk anak yang terbaik adalah basket. Sebab, dalam olahraga ini ada unsur lari, lompat, loncat, sekaligus disenangi anak karena ada aspek 'bermain kasar' seperti senggolan," sebutnya.

Ditemui dalam acara yang sama, pebasket nasional Rommy Chandra, membenarkan bahwa aktivitas seperti basket dapat mendukung proses pertumbuhan anak, karena di dalamnya terdapat teknik-teknik berolahraga yang mampu mengoptimalkan pertumbuhan sel tulang.

Lay up, under the basket shoot, dan jump shoot adalah berbagai teknik dalam basket yang dapat menstimulasi pertumbuhan tulang paha dan tulang belakang sehingga menjadi lebih optimal.

"Sejak kecil saya memang hidup di lingkungan keluarga yang suka olahraga seperti bulu tangkis, karate, dan voli. Saat SMA, saya baru tertarik basket. Atas dorongan pelatih di sekolah,akhirnya saya masuk ke dalam tim basket sekolah," tutur pemilik tinggi badan 190 sentimeter itu.

Pria yang memiliki anak kembar itu mengungkapkan, memilki tubuh tinggi telah membawanya meraih kesempatan berharga serta pengalaman seru dalam hidup.

Dari basket pula ia dapat menjalin pertemanan lebih luas dengan banyak teman dari dalam dan luar negeri, meraih berbagai prestasi mewakili Indonesia di ajang internasional, dan yang pasti melihat dunia dengan lebih luas.

0 comments: